Galeri Seneng Artikel

Friday 26 June 2015

Mengenal Lebih Dekat Tentang Deontologi Media

Free Clock
Assalamualaikum, kali ini ane bakal ngejelasin tentang Deontologi Media. Pas banget nih bro buat kalian yang lagi kuliah di jurusan Jurnalistik dan Komunikasi Media. Biar nggak bertele-tele langsung aja nih ane kasih tau informasi mengenai Deontologi Media yang ane baca di beberapa media dan situs pendidikan.
Sebelumnya, pasti kalian pada bingung kan apa sih Deontologi Media itu?
Menurut survey yang telah ane cari, Deontologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata Deon yang artinya Kewajiban jadi secara harfiah Deontologi adalah hal yang mengenai kewajiban. Berbicara mengenai kewajiban berarti disitu membahas mengenai moral dimana dengan kata lain deontologi adalah hukum yang bertindak pada moral atau tindakan media kepada khalayak. Seberapa manfaatnya tontonan yang disiarkan kepada pemirsa adalah menjadi tolak ukur Deontologi Media. Ini artinya media haruslah memberi pelayanan tontonan yang mendidik, edukasi, dan inspirasi bagi kehidupan sosial.
Dalam dunia media, kita mengenal dengan sembilan etika jurnalistik, salah satunya yakni komitmen akan kepentingan publik. Dari sini kita bisa menilai bahwa media harus memiliki tanggung jawab sosial atas siarannya.
Mengenai media saat ini, terutama di indonesia. Melihat hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baru-baru ini, fakta membuktikan dari 45 program acara dalam 15 statsiun televisi di Indonesia selama Maret-April 2015, diperoleh nilai indeks kualitas secara keseluruhan 3.25 di bawah angka standar baik 4,0. Televisi cenderung mempertontonkan tayangan sensasional dan kualitas rendah.
Dari hasil tersebut membuktikan dan menjadi acuan serta tolak ukur bahwa tayangan yang di tontonkan kepada khalayak masih jauh dengan kata mendidik. Padahal sudah seharusnya dan kewajiban serta tanggung jawab media mengutamakan penayangan yang bermanfaat bagi publik. Jangan sampai mengutamakan Rating dan iklan sehingga melupakan tanggung jawab media sebagai penyedia tontonan yang mengedukasi bagi khayalayak.
Kembali lagi mengenai deontologi media, dari kasus diatas bisa disimpulkan. Bahwa memang benar penyedia tayangan pasti mengejar rating untuk mengukur tingkat keberhasilannya, akan tetapi apa salahnya bila tidak menyampingkan etika dan tetap menjadi penyedia tontonan yang baik bagi khalayak tanpa terlalu mengedepankan dari sisi ekonomi.
Tentu ini menjadi tantangan bagi media untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memberi tayangan yang mengedukasi bagi publik serta sukses dengan rating tinggi tanpa mengedepankan sensasi dan ekonomi.

Mungkin cukup sekian bro informasi yang ane kasih tau. Lain kali ane kasih informasi yang menarik lagi salam hangat, jangan lupa budayakan membaca untuk masa depan yang lebih baik. Wassalamualaikum. 


M. Muallifi – Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati (Jur.Jurnalistik)

0 komentar: